International Investor Club – Penjualan properti residensial dinilai kembali normal seiring naiknya penjualan pada triwulan ke-3 tahun 2019. Kondisinya diperkirakan bakal lebih baik pada tahun depan.
Pasar property residensial masih didominasi segmen menengah ke bawah untuk dihuni, bukan investasi. Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia mencatat, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan ke-3 tahun 2019 tumbuh 0,5% dibandingkan triwulan sebelumnya yang 0,41%. Pada triwulan ke-4 tahun 2019, pertumbuhan IHPR diproyeksikan akan melambat jadi 0,45%.
Baca Juga: Pasar Properti Masih Didominasi Kalangan Menengah pada 2020 Mendatang
Meski demikian, penjualan properti residensial pada triwulan ke-3 tahun 2019 tumbuh 16,18%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yakni negatif 15,9%. Sumber pembiayaan pembangunan properti residensial masih ditopang oleh kemampuan finansial perusahaan atau pengembang, yakni 60,44%.
Penjualan properti residensial terutama didorong penjualan rumah tipe kecil dan besar. Sementara pembelian property residensial mayoritas menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR), yakni 76,02%.
Dalam sajian berita Kompas, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata, di Jakarta, Rabu kemarin, berpendapat bahwa, dalam situasi normal, penjualan pasti akan turun di bulan Juni, Juli, dan Desember. Sebab, dana masyarakat akan tersedot untuk kebutuhan pendidikan dan liburan. Ia menambahkan:
”Untuk tahun ini agak spesial karena ada pemilu presiden, lalu pengumuman hasil pemilu, sidang sengketa, yang proses itu membuat orang menunggu. Setelah selesai, kabinet terbentuk, persepsinya berubah.”

Baca Juga: Dapat Mandat, Pefindo Akan Menerbitkan Obligasi Korporasi Senilai Rp26,93 Triliun
Dengan naiknya tingkat penjualan pada triwulan ke-3 tahun 2019, Soelaeman melihat pasar property telah kembali normal. Meski demikian, dalam konteks jangka panjang, sektor properti saat ini masih mengalami pelambatan.
Pernyataan tersebut terlihat dari indeks harga properti residensial yang hingga akhir tahun kenaikannya diproyeksikan tidak lebih dari 2% saja.
Hal tersebut disebabkan pasar property yang bergerak saat ini adalah pengguna akhir (end user), bukan investasi. Dari sisi pengembang, mereka memilih mengambil margin terendah agar produk tetap laku di pasaran.
Pada tahun depan, Soelaeman menilai kondisi pasar properti akan pulih. Relaksasi uang muka rumah (loan to value) yang akan berlaku mulai Desember diperkirakan akan memudahkan konsumen membeli rumah dengan uang muka rendah. Meski demikian, dampak dari kebijakan tersebut tetap memerlukan waktu karena pengembang tentunya harus menyiapkan strategi pemasaran yang sesuai.