International Investor Club – Meskipun saling bersaing dari sisi perolehan imbal hasil, baik reksadana maupun unitlink dapat menjadi pilihan menarik untuk masyarakat. PT Infovesta Utama telah merilis hasil imbal hasil dari unitlink dan reksadana tahun 2019.
Menurut data Infovesta Utama, unitlink pendapatan tetap meraih imbal hasil sebesar 7,41%, sedangkan reksadana pendapatan tetap berkisar 6%-8%.

Dalam sajian berita Kontan, Analis senior Infovesta Utama, Praska Putrantyo mengungkapkan:
“Kontribusi unitlink pendapatan tetap tergantung dari kondisi pasar, bagaimana SUN ataupun obligasi pemerintah maupun korporasi mencatatkan muatan yang cukup besar. Indeks obligasi Korporasi sekitar 6,7% sementara infovesta government bond index sekitar hampir 10%.”
Baca Juga: Tiga Wahana Investasi Potensial tahun 2020, Sudah Punyakah?
Di tengah fluktuasi pasar saham yang cukup kencang karena adanya isu perang dagang, telah menjadikan obligasi ini yang paling dilirik.
Praska pun mengatakan, “Selain itu juga bank sentral memangkas suku bunga acuan ssbanyak 4 kali sampai ke level 5% di tahun 2019. Bahkan imbal hasil obligasi pemerintah tertahan di level 7%.”
Adapun kepemilikan asing naik Rp 1,69 Triliun sedangkan di akhir tahun lalu mencapai Rp 1,062 Triliun.

Sementara itu, unitlink saham memperoleh imbal hasil 2,75%, sedangkan reksadana saham berkisar 8%-10%. Praska menambahkan:
“Sepanjang 2019 ini masih di bawah level 6.300. Selain itu juga tekanan di pasar saham masih sangat tinggi. Meskipun Anexinet dari investor asing bulan Desember sentuh Rp 2 triliun belum mampu mengembalikan akumulasi sepanjang periode 2019 yang pasar reguler naik lebih dari Rp 10 Triliun.”
Baca Juga: Halofina Jalin Kerja Sama dengan LinkAja, Semakin Canggih
Unitlink campuran berada di angka 4,96%, sedangkan reksadana campuran berada di kisaran 7%-9% di tahun 2019.
“Ini gabungan dari fixed income dan saham sehingga masih terangkat dari instrumen fixed income. Ini juga karena tertopang dari alokasi bond market,” ujar Praska.
Menurut Praska, Isu perang dagang bisa jadi akan memanas tahun ini. Selain itu pemilu di Amerika Serikat akan mengakibatkan ketidakpastian ekonomi lagi di tahun ini.
Selain itu juga, masalah Iran dan Amerika Serikat (AS). Secara ekonomi tidak berdampak besar namun harga komoditasnya dapat bergejolak terutama faktor energi, migas, minyak Sedangkan batu bara tidak termasuk karena berhubungan langsung dengan China.
Selain itu ketidakpastian ekonomi global di mana bisa mengganggu ekonomi Amerika yang hingga saat ini belum sustain juga memicu sentimen ini.