Apa Penyebab Suburnya Fintech Ilegal di Indonesia? Ini Jawabannya!

0
1485
Fintech ilegal

International Investor Club – Fintech, terutama dibidang peer-to-peer lending (P2P lending), memang masih naik daun di Indonesia. Namun pertumbuhan industri ini juga turut dinikmati oleh para pelaku fintech lending ilegal. Meski penegak hukum dan otoritas berwenang mengejar, P2P lending ilegal ini masih terus dapat bertahan dan bertumbuh bak jamur dimusim hujan.

Penindakan terbaru terhadap praktik ilegal tersebut terjadi pada 20 Desember 2019 lalu. Sebuah operasi oleh Polres Metro Jakarta Utara mengungkap praktik culas kantor peminjaman online (pinjol) bernama PT Vega Data dan PT Barracuda Fintech di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara, tepatnya di Mal Pluit Village. Polisi menetapkan 5 tersangka dari total 76 karyawan saat penggrebekan itu.

OJK dan Fintech Ilegal

Fintech ilegal
Smart Legal Consulting (doc.)

Salah satu imbas penggrebekan terhadap fintech lending tak berizin itu adalah surat imbauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam surat itu, OJK mengimbau fintech berizin untuk menghindari kawasan Pluit dan Central Park di Jakarta Barat sebagai tempat mereka berkantor.

Baca Juga: Yield Obligasi Berpotensi Naik, Apa yang Dilakukan Pemerintah?

OJK menyebut ada indikasi pelaku fintech ilegal tadi beroperasi dalam bentuk sindikat sehingga mereka cenderung bergerak dari lokasi yang sama. Imbauan untuk tidak berkantor di dua tempat tadi, menurut OJK, menjadi bagian dari upaya pencegahan.

Dalam sajian berita DailySocial, Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK Hendrikus Passagi mengungkapkan:

“Mengingat fintech ilegal dapat beroperasi seperti siluman dalam melakukan intimidasi kepada pengguna, dan dalam rangka perlindungan bagi masyarakat secara luas, maka langkah pencegahan sangat diperlukan, sekaligus untuk menjaga kualitas dan reputasi fintech lending terdaftar dan atau berizin OJK.”

Juga, perlu dipahami bahwa upaya pemberantasan P2P lending ilegal tak sekali ini terjadi. Operasi serupa sudah dilakukan beberapa kali sebelumnya. Ada sejumlah faktor yang memungkinkan P2P lending tak berizin tetap bermunculan dan menjerat nasabah baru.

Indonesia Surganya Fintech Lending

Indonesia
Central Banking (doc.)

Bisnis pinjam-meminjam tumbuh dengan mantap setiap tahun. Pada 2017 saja, lending berkontribusi 15 persen dari total transaksi fintech di Indonesia. Indikator lainnya adalah nominal uang yang disalurkan kepada nasabah terus meningkat.

Data OJK sepanjang 2019 menunjukkan total pinjaman yang sudah disalurkan oleh fintech lending mencapai Rp 68 Triliun. Angka itu tumbuh 200% dari sekitar Rp 22,66 Triliun pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini terbilang sangat pesat.

Maka tak heran pelaku bisnisnya terus bertambah, baik yang legal maupun ilegal. OJK menyebut jumlah perusahaan fintech lending yang terdaftar hingga Desember kemarin berjumlah 25 perusahaan, sedangkan yang ilegal jumlahnya mencapai ribuan.

Mengenai fintech lending ilegal itu, platform yang mereka gunakan cukup beragam. Ada yang operasinya berbasis aplikasi, situs web, atau sekadar SMS blast yang berlanjut via aplikasi pesan instan seperti WhatsApp.

Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebagai bagian dari Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi bentukan OJK, mengklaim sudah 4.020 fintech ilegal mereka blokir sepanjang dua tahun terakhir.

Baca Juga: Reksadana Saham Berpeluang Bangkit Tahun Ini, Bersiap!

Celah Regulasi

Regulasi
BBVA (doc.)

Celah paling besar yang dimanfaatkan fintech ilegal adalah ketiadaan payung hukum yang dapat mencegah lahirnya perusahaan nakal.

Lubang lain yang mungkin terlewatkan oleh otoritas pengawas, terutama oleh sistem Kemenkominfo, adalah penggunaan fitur SMS untuk mengakali pengawasan darri sistem pemerintah maupun penyedia sistem operasi.

Berdasarkan sajian berita DailySocial, kantor layanan P2P lending yang di Pluit yang digrebek polisi memanfaatkan SMS berantai secara acak. Dari SMS itu, calon korban akan digiring ke sebuah situs via tautan yang tertera di dalamnya. Mereka nantinya akan dimintai sejumlah data untuk memproses pinjaman seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, hingga Nomor Pokok Wajib Pajak.

Di sisi lain, melarang suatu kawasan sebagai tempat fintech lending beroperasi justru bisa tidak beralasan. Melihat betapa dinamisnya pergerakan sindikat P2P lending ilegal, tempat hanyalah tempat. Dengan kondisi pasar yang tengah bergairah dan berbagai celah yang ada, mereka bisa hidup di mana saja.