International Investor Club – Investor asing mulai masuk ke pasar obligasi (bond) negara Indonesia dalam dua pekan terakhir, sehingga mendorong permintaan dan harga. Dan imbasnya, imbal hasil obligasi negara juga terpantau mulai menurun.
Investasi dalam aset yang berbasis obligasi, terutama yang diterbitkan oleh pemerintah, memiliki prospek bagus untuk meraih keuntungan dalam kondisi new normal yang mulai berlaku pasca pandemi Covid-19.
Baca Juga: Rencana Perilisan Obligasi Pegadaian Meraih Rating AAA dari Pefindo
Obligasi Negara

Menurut data Bursa Efek Indonesia yang diolah Bareksa, kepemilikan investor asing di surat utang negara per 28 Mei 2020 mencapai Rp 931,55 Triliun, meningkat dari Rp 917,16 Triliun, titik terendah tahun ini pada 12 Mei 2020. Angka ini menunjukkan adanya capital inflow asing sebesar Rp 14,39 Triliun dalam dua pekan.

Meskipun demikian, total kepemilikan asing di SUN masih belum kembali sepenuhnya setelah menyentuh rekor tertinggi Rp 1.091,26 di awal tahun ini. Artinya, masih tercatat outflow sebesar Rp 159,71 sejak Januari hingga 28 Mei 2020.
Seiring dengan masuknya investor asing di pasar bond Indonesia, imbal hasil (yield) obligasi juga ikut menguat dalam dua pekan terakhir. Menurut data Investing.com yang diolah Bareksa, imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun per 28 Mei 2020 berada di level 7,36%.
Angka yield ini turun dari area 8 persen pada 12 Mei 2020. Sebagai informasi, yield dan harga obligasi berbanding terbalik sehingga penurunan yield mengindikasikan harga naik karena permintaan bertambah.
Baca Juga: BEI Optimistis New Normal akan Dongkrak Harga Saham
Investor Asing

Budi Hikmat, Investment Strategy Director & Chief Economist Bahana TCW Investment Management, menjelaskan bahwa sejauh ini, investor asing keluar dari pasar bond karena mereka membutuhkan dana kas (cash) untuk berjaga-jaga di masa pandemi.
Akan tetapi, saat ini dunia sudah kelebihan cash sehingga cepat atau lambat, para investor asing harus kembali mencari aset yang bisa memberikan imbal hasil.
Dalam sajian berita Bareksa, Budi mengungkapkan:
“Dunia kebanjiran likuiditas. Asuransi, dana pensiun global underfunded sehingga mereka mencari negara aman yang punya bond yield bagus.”
Dia menjelaskan bahwa prospek surat berharga negara Indonesia sangat baik, karena bisa mengungguli negara emerging lain, contohnya Brasil.
Brasil memiliki peringkat utang yang lebih rendah daripada Indonesia sehingga risikonya tinggi, tetapi yield obligasi Brasil lebih rendah. Maka dari itu, surat utang negara Indonesia lebih menarik bagi investor global.
Bagi investor, surat berharga negara (SBN) atau obligasi negara Indonesia itu memiliki kelebihan karena bisa memberikan keuntungan dari dua sumber, yakni dari kupon yang dibayarkan berkala dan peningkatan harga (capital gain).
Selain itu, tambah Budi, SBN juga risikonya kecil karena dijamin oleh negara. Sebagai informasi, Indonesia kini memiliki peringkat utang layak investasi (investment grade) yang diberikan oleh tiga lembaga rating internasional. Ia mengatakan:
“SBN itu contoh investasi high return low risk.”
Budi menambahkan, dalam lima tahun terakhir, obligasi dan investasi berbasis obligasi terpantau terus stabil. Bahkan, indeks obligasi bisa mengalahkan indeks saham yang tertekan oleh krisis akibat Covid-19 ini.
Membeli Obligasi Negara
Oleh karena itu, Budi menyarankan investor saat ini adalah waktunya untuk mengurangi cash dan mulai membeli obligasi untuk bisa meraih keuntungan. “Cash is king kalau dipakai. Kalau enggak dipakai ya worthless,” ujar Budi.
Dalam sajian berita Bareksa dijabarkan, bagi investor individu (perseorangan) atau ritel, membeli surat utang negara sudah banyak pilihannya saat ini. Setidaknya ada dua cara yang bisa dipilih untuk memiliki obligasi negara.
Pertama, investor bisa membeli surat berharga negara di pasar perdana (primary market) yaitu ketika penawaran berlangsung. Kedua, investor juga bisa memiliki obligasi negara yang sudah beredar dengan membeli reksadana pendapatan tetap (fixed income).