Garuda akan Terbitkan Obligasi Wajib Konversi Bertahap

0
718
Garuda Indonesia GIAA

International Investor Club – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk siap menerbitkan obligasi wajib konversi atau mandatory convertible bond (MCB). Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan saat ini masih terus melakukan diskusi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.

Baca Juga: ESG Leaders Index di Luncurkan BEI, Apa Saja Daftar Sahamnya?

Obligasi Garuda

Garuda Indonesia

Dalam sajian berita Republika dijabarkan, dalam konferensi video, Irfan mengungkapkan:

“Poinnya (penerbitan obligasi wajib konversi) ini disepakati bertahap.”

Irfan pun menambahkan, Kita finalisasi tanda tangannya minggu ini, minggu depan paling terlambat hingga sebelum akhir tahun kita dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN sepakat MCB-nya akan bertahap.”

Dengan diterbitkan secara bertahap, Irfan memastikan dana publik yang menjadi milik Garuda Indonesia dapat digunakan sesuai kebutuhan dan kesepakatan. Dia menilai, penerbitan MCB tersebut merupakan inisiatif yang positif.

Sementara itu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio mengungkapkan, proses implementasi Obligasi Wajib Konversi (OWK) dengan nilai target maksimal Rp 8,5 Triliun. Selain itu juga dengan tenor paling lama tujuh tahun.

Prasetio memastikan, saat ini terus melakukan komunikasi intensif bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) mengenai rencana tahapan penerbitan OWK tersebut. “Kami harapkan dapat segera terealisasi jelang akhir tahun ini,” tutur Prasetio. 

Dana MCB

Tempo (doc.)

Bantuan keuangan dari pemerintah ini sejalan dengan upaya perusahaan untuk terus melakukan efisiensi beban, termasuk dari beban pesawat hingga beban biaya lainnya, termasuk biaya kepegawaian.

Efisiensi ini berhasil dicapai berkat upaya negosiasi ulang biaya pesawat dengan lessor. Dari renegosiasi ini, diestimasikan biaya pesawat akan turun menjadi US$ 764 juta per tahun, turun dari US$ 785 juta per tahun di akhir 2019.

“Sementara untuk tahun depan dengan negosiasi yang kita lakukan akan ter-impact sebesar $ 143,7 Juta, ini adalah penghematan yang kita lakukan terhadap biaya sewa pesawat. $ 143,7 Juta ini sekitar $ 12 Juta per bulan. Jadi di 2021 ini dengan biaya yang berkurang sebesar $ 143,7 Juta mudah-mudahan kita punya pendapatan bisa mendekati pendapatan 2019,” terang Irfan.

Upaya efisiensi lainnya yang dilakukan perusahaan adalah dengan penurunan beban bunga, yakni perpanjangan sukuk yang jatuh tempo pada Juni lalu menjadi 2023 mendatang.

Selain itu, Prasetio juga mengungkapkan saat ini negosiasi juga tengah dilakukan dengan PT Pertamina (Persero) dan PT Angkasa Pura 1 dan 2 (Persero).

“Restrukturisasi keuangan sedang dalam proses pembahasan khususnya dengan Pertamina, AP 1 AP 2 saat ini sedang difasilitasi oleh Kementerian BUMN selaku pemegang saham. Restrukturisasi disetujui hanya akan disepakati cara pembayaran untuk tahun 2021, 2022, 2023. Porsinya akan dibagi sesuai dengan cashflow,” terangnya.