International Investor Club – Saham perbankan besar telah bergerak fluktuatif. Bahkan investor asing sempat melakukan aksi jual besar-besaran pada sesi pertama pada perdagangan kemarin.
Baca Juga: ASBI akan Bagi-bagi Miliaran Rupiah Dividen. Sudah Punya?
Investor Asing Ramai Jual Saham Perbankan

Dalam sajian berita CNBC Indonesia dijabarkan, Analis PT Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mengatakan, aksi jual asing ini disebut wajar karena bertujuan untuk mengurangi posisi dengan maksud mengantisipasi tekanan jual lanjutan.
“Indikatornya mungkin memang terlihat dari net sell asing dalam sepekan terakhir kalau kita lihat data di RTI.”
Menurutnya, hingga saat ini belum ada sentimen negatif untuk saham-saham perbankan besar. Sebab, malah perbankan kredit naik ke angka 86,7% pada Juni 2022. Sehingga, aksi jual saat ini diperkirakan hanya dalam jangka pendek dan masih ada potensi balik arah menguat.
“Untuk pelemahan diperkirakan jangka pendek karena ada potensi rebound,” tuturnya.
Sementara, Praktisi Pasar Modal Lucky Bayu Purnomo mengatakan, terdapat beberapa hal yang mendorong investor menarik dananya di saham bank.
Pertama, potensi kenaikan suku bunga acuan yang akan dikeluarkan melalui kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI). Sebab, bagi negara berkembang, kenaikan suku bunga memiliki kekhawatiran tersendiri terhadap kondisi ekonomi negara.
“Masih karena kebijakan yang berasal dari BI terkait suku bunga dan inflasi. Karena sentimen negatif di negara berkembang sedang menjadi perhatian di mana ada kecemasan inflasi. Karena Indonesia bagian dari negara berkembang, jadi banking jadi sasaran utama pelaku pasar karena potensi kenaikan suku bunga,” ungkapnya.

Selanjutnya, kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga tembus melebihi level Rp 15.000. Terakhir, karena investor lebih memilih untuk menempatkan dananya pada sektor lain yang menjadi primadona sesuai dengan kondisi perekonomian yang bergerak dinamis.
“Karena volatilitas di sektor lain yaitu energi yang mendorong volatilitas pasar cukup tinggi sejak awal tahun. Jadi pasar memperhatikan sektor itu.”
Menurutnya, sentimen saat ini yang mempengaruhi keputusan investor untuk menghindari sektor perbankan akan berlangsung hingga akhir tahun. “Ini kan sudah bulan ke tujuh kita telah ada di pertengahan tahun. Sentimen ini sampai akhir tahun,” ujarnya.
Lucky menyebut, jika BI dapat menahan suku bunga acuan di level rendah maka dapat menjaga kepercayaan investor terhadap sektor perbankan. Menurutnya, BI masih ada cukup ruang untuk tetap mempertahankan suku bunganya di level 3,5%.
Ia menambahkan, dalam menghadapi gejolak perekonomian global saat ini, Indonesia dapat bertahan jika dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam hal ini, pengendalian bahan pangan pokok dan menjaga pasokan suplai domestik diutamakan dibandingkan ekspor.
“Kemampuan ekonomi kita di mana inflasi harus lebih terkendali dengan menyiapkan suplai bahan pokok yang optimal. Suplai yang terbatas permintaan tinggi jadi harganya tinggi,” pungkasnya.
Di sisi lain, BRI dinobatkan sebagai bank terbaik di Indonesia oleh The Banker dan masuk dalam daftar Top 1.000 World Banks. Dalam peringkat yang dirilis Juli 2022 ini, secara global, BRI menduduki peringkat 104. Peringkat BRI melesat dari tahun lalu di posisi 131 dan mengukuhkan posisinya di Indonesia mengalahkan bank lainnya.
Selain BRI, beberapa bank yang masuk daftar Top 1.000 World Banks yakni, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).