SUN Kembali Melemah, Dampak Kenaikan Suku Bunga

0
74
SUN Surat Utang Negara

International Investor Club – Imbal hasil atau yield Surat Utang Negara (SUN) pekan ini diperkirakan kembali meningkat pada kisaran 6,95-7,23 persen, akibat penyesuaian permintaan pelaku pasar akan kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) dan The Fed.

Di sisi lain, resesi global diproyeksikan mempengaruhi permintaan lelang SUN pekan ini. Hasilnya, harga SUN lagi-lagi bakal melemah.

Baca Juga: BJBR Tawarkan Yield dan Cashback Menarik dari ST009

SUN Melemah Lagi

SUN
MAS Software (doc.)

Dalam sajian berita Investor Daily dijabarkan, Fixed Income Analis Ahmad Nasrudin mengatakan bahwa kenaikan yield 10 tahun akan bergerak secara moderat sejalan dengan penyesuaian dari permintaan pasar akibat kenaikan suku bunga dari Bank Indonesia pada 17 November 2022 lalu. Selain itu pasar akan menantikan kabar dari The Fed dan ECB pada pekan ini.

“Yield cenderung bergerak naik di pekan depan karena memang spread antara suku bunga domestik terhadap suku bunga AS semakin menyempit karena Bank Indonesia menaikkan suku bunga pada tingkat yang lebih moderat daripada the Fed, membuat pasar domestik rentan terhadap pembalikan modal,” jelasnya kepada Investor Daily.

Secara terpisah, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus menjelaskan, pasar obligasi saat ini perlahan tapi pasti mulai memasuki masa stabil dan tenang, meskipun belum berhasil berada di bawah 7 persen untuk imbal hasil dengan tenor untuk 10 tahun, namun ini sebetulnya sudah lebih cukup. Secara jangka pendek, ruang penurunan imbal hasil obligasi terlihat masih ada, namun volatilitas akan cukup tinggi di pasar yang berpotensi untuk mendorong kenaikan imbal hasil kembali.

“Apabila situasi dan kondisi kondusif seperti ini, bukan tidak mungkin akhir tahun nanti, imbal hasil obligasi 10 tahun berada di bawah 7,5%. Hati hati, dan cermati setiap situasi dan kondisi yang ada,” ujarnya.

Nico merincikan, rincian imbal hasil mulai dari tenor 5 tahun yakni 6,85-6,95%, tenor 10 tahun yakni berkisar pada 7-7,10%, tenor 15 tahun pada 7,05-7,2%, dan 20 tahun pada 7,15 – 7,25%.

Untuk diketahui, pada Selasa, 22 November 2022 mendatang pemerintah akan melakukan lelang SUN dalam mata uang Rupiah untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2022. Dalam lelang kali ini pemerintah akan melelang sebanyak 8 seri dengan target indikatif minimal Rp 13,5 Triliun dan maksimal Rp 20,25 Triliun.

Ahmad melanjutkan, adanya resesi global akan mempengaruhi serapan pasar domestik secara tidak langsung. Dua alasan menjelaskan bagaimana itu berdampak pada pasar obligasi. Pertama, resesi mengakibatkan permintaan yang lebih lemah terhadap minyak dan itu akan mendorong harganya untuk turun. Akibatnya, inflasi sisi penawaran, akibat harga minyak yang tinggi, dapat ditekan turun.

Namun demikian, seberapa jauh harga minyak turun, itu semua tergantung pada seberapa pulih risiko geopolitik. Perang Ukraina-Russia berdampak pada tingginya harga minyak karena Rusia menggunakan power sebagai produsen minyak global untuk menghadapi tekanan negara-negara barat.

Akseleran (doc.)

Kedua, lanjut Ahmad, resesi bisa menjadi berita positif bagi pasar obligasi global. Dengan asumsi inflasi sisi penawaran turun. Karena itu, harga minyak harus turun, bank sentral akan membalikkan stance mereka dan mengambil kebijakan moneter longgar dengan menurunkan suku bunga.

“Kesimpulannya, saat ini investor sedang menanti titik terendah di pasar obligasi sebelum masuk kembali. Mereka akan masuk sebelum kebijakan moneter berbalik arah. Dengan begitu, mereka mendapatkan harga obligasi pada titik terendah dan mendapatkan keuntungan ketika harganya naik akibat penurunan suku bunga oleh bank sentral,” tuturnya.

Soal minat asing pada pasar SUN dalam kondisi seperti ini, Ahmad menyampaikan, bahwa serapan investor asing tidak banyak terpengaruh karena inflasi domestik memang meningkat pada persentase yang lebih moderat dibandingkan dengan negara-negara maju. Inflasi yang lebih rendah daripada yang diantisipasi dan daripada di negara-negara maju membuat bank sentral untuk menghindari pengetatan moneter yang agresif.

“Dan ini membuat kuatnya permintaan domestik untuk mendukung kinerja pasar, terutama untuk mengimbangi koreksi selama investor melepas kepemilikan mereka,” kata dia.

Sebagai hasilnya, pasar obligasi mata uang lokal Indonesia menjadi yang terbaik di Asia secara year to date (ytd). Pasar membukukan pengembalian 5,6% ytd per 16 November 2022, mengalahkan peers di Asia, sebagaimana seperti Tiongkok (4,7%), India (4,3%), dan Malaysia (-2,5%).