Monday, September 25, 2023

Obligasi Korporasi Kembali Bersinar, Ada Potensi?

Must Read

Kadek
Kadek
Sarjana IT yang menyukai Dunia Finansial dan Properti karena potensi masa depannya

Obligasi Korporasi

International Investor Club – Kondisi ekonomi yang mulai berangsur membaik terus membawa dampak pada instrumen investasi. Salah satu yang diramal memiliki prospek cerah tahun ini adalah obligasi-korporasi. Obligasi, baik yang diterbitkan pemerintah maupun korporasi, merupakan salah satu primadona investasi. Tahun ini sejumlah faktor menjadi sentimen positif untuk pasar surat utang, khususnya swasta.

Baca Juga: Obligasi PLN Telah Lunas, Senilai 316 Miliar

Obligasi Korporasi Berpotensi Cerah Tahun Ini

obligasi korporasi
Bareksa (doc.)

Dalam sajian berita Prokal dijabarkan, Chief Economist BCA David Sumual menjelaskan, ada beberapa faktor yang memengaruhi pasar obligasi. Salah satunya, minat asing. David menyebutkan, sampai awal April, sudah ada lebih dari Rp 51 triliun kepemilikan asing. ia mengatakan:

”Terus meningkat cukup kuat selama beberapa bulan terakhir sejak awal tahun.”

David menyatakan, aliran dana asing itu tidak hanya mengalir ke surat utang pemerintah dan korporasi, tetapi juga ke saham. ”Jadi, memang kondisi makroekonomi cukup bagus. The Fed (bank sentral Amerika Serikat) juga terlihat tidak terlalu hawkish atau tidak terlalu agresif lagi menaikkan bunga,” jelasnya.

Kondisi itu juga diperkuat dengan ekspektasi inflasi dalam negeri yang terus terjaga. Bahkan cenderung semakin rendah memasuki kuartal II 2023. Karena itulah, investor, baik luar maupun dalam negeri, cukup positif melihat dinamika surat utang.

”Kalau mau menerbitkan pun, saya melihat peminatnya relatif cukup baik untuk emerging market, terutama Indonesia,” ungkap dia.

Terkait sektor yang akan dijagokan tahun ini, David menyebut hampir seluruh sektor memiliki potensi yang baik. Sebab, momentum pemulihan ekonomi terus terjadi pascapandemi meski kecepatannya memiliki waktu yang berbeda-beda. Ada yang pulih cepat dan ada yang bertahap.

”Konsumsi dan pariwisata baru pulih. Kalau yang terkait dengan komoditas cukup menguat sejak tahun lalu, memasuki semester II juga cukup baik karena pembukaan kembali Tiongkok. Manufaktur, termasuk EV (kendaraan listrik) dan kaitannya dengan industri baterai, nikel, dan lainnya, juga cukup bagus,” jelas David.

Terpisah, Doni Kuswantoro, fixed income analyst PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), mengamini prospek obligasi-korporasi yang cerah tahun ini. Menurut dia, potensi pasar surat utang sektor swasta akan tumbuh lebih baik menjelang puncak kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia.

”Setelah puncak suku bunga tercapai, suku bunga komersial, termasuk imbal hasil obligasi negara, diperkirakan menurun. Sehingga dapat mendorong penerbitan obligasi-korporasi,” terangnya.

Doni menambahkan, tingkat imbal hasil obligasi-korporasi yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan surat utang negara membuatnya menjadi salah satu alternatif investasi pada kelas aset obligasi.

Namun, risiko kredit dan likuiditasnya yang juga relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan obligasi pemerintah tetap harus dicermati. Karena itu, prospek industri/sektor dan kualitas kredit yang direpresentasikan dengan peringkat kredit (credit rating) menjadi pertimbangan awal dalam memilih obligasi-korporasi guna memitigasi risiko kredit dari sebuah penerbit obligasi.

”Untuk meminimalkan risiko likuiditas, investor dapat memilih penerbit obligasi yang cukup aktif di pasar surat utang (frequent issuer). Sebagai gambaran, berdasar data Pefindo, obligasi-korporasi dengan peringkat AAA masih mendominasi lebih dari 40 persen outstanding pasar obligasi-korporasi Indonesia,” ungkapnya.

Lantas, apa yang membedakan obligasi dengan peringkat investment grade dan non-investment grade? Doni mengungkapkan, hampir seluruh obligasi-korporasi yang di peringkat di awal penerbitan memiliki peringkat layak investasi (investment grade rating) yang ditunjukkan dengan credit rating BBB- atau di atasnya.

Bila lembaga pemeringkat kredit memberikan rating di bawah investment grade, biasanya perusahaan tidak jadi menerbitkan obligasinya. Pada perjalanannya, peringkat bisa turun menjadi non-investment grade (BB+ atau di bawahnya). Apalagi jika lembaga pemeringkat melihat penurunan fundamental kredit dari penerbit obligasi. Atau, terjadi credit event yang dapat memengaruhi kualitas kredit obligasi tersebut.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest News

Emas Akhiri Minggu dengan Sedikit Perubahan

Emas mengakhiri minggu ini dengan sedikit perubahan dan rebound dari level terendah satu minggu karena pasar terus berdebat mengenai...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img